SETETES EMBUN DITENGAH LAUT
Cerita Musa dan Khidir adalah cara Allah mendidik Nabi-Nya, Musa a.s., untuk tidak merasa terlalu tahu, untuk tidak merasa hebat. Dengan cara itu Allah hendak memangkas keangkuhannya, sekaligus menanamkan kepadanya sebuah kesadaran baru bahwa apa yang tidak kita ketahui jauh lebih banyak daripada apa yang kita ketahui. Semua yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui terangkum lengkap dalam ilmu Allah. Yang kita ketahui itu terbatas. Sementara yang tidak kita ketahui itu tidak terbatas. Pengetahuan kita adalah gambaran keterbatasan kita sebagai manusia. Sementara ketidaktahuan kita adalah gambaran ketidakterbatasan Allah, sekaligus ketergantungan kita kepada-Nya.
Bisakah embun mengalahkan laut? Tidak! Tapi itu juga bukan perbandingan yang setara. Ilmu kita memang hanya ibarat setetes embun di tengah lautan. Tapi lautan sendiri takkan pernah cukup untuk menulis ilmu Allah itu. Itu sebabnya di penghujung surat Al-Kahfi di mana Allah mengisahkan cerita Musa dan Khidir, Allah mengatakan: “Andaikan laut dijadikan tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah, niscaya habislah laut itu sebelum kalimat-kalimat Allah itu habis, walaupun Kami mendatangkan laut lain sebanyak itu lagi”. Laut itu akan kering sebelum semua ilmu-Nya, segenap kebijaksanaan-Nya, tercatat!
Semakin dalam kita menyadari betapa luasnya ketidatahuan kita, semakin cepat kita sampai pada sebuah kesadaran baru, bahwa adalah salah besar untuk menafsirkan keberhasilan-keberhasilan kita dengan pengetahuan. Tentu saja pengetahuan kita berhubungan dengan kesuksesan kita. Katakanlah misalnya antara pengetahuan dan kekayaan. Tapi hubungan itu tidaklah bersifat kausalitas mutlak. Pengetahuan hanyalah salah satu faktor yang bisa menjelaskan kekayaan seseorang atau sebuah bangsa. Tapi apa yang menjelaskan fakta bahwa banyak orang pintar yang miskin, dan sebaliknya, banyak juga orang bodoh yang kaya raya? Pengetahuan mungkin menjelaskan kekayaan Bill Gates dan Amerika. Tapi mungkinkah Bill Gates sekaya itu seandainya dia lahir dua ratus tahun yang lalu? Sebaliknya, apa yang menjelaskan kekayaan negara-negara Teluk? Pengetahuan? Atau keberuntungan?
Selain itu, apa yang terjadi seandainya Allah memberikan semua pengetahuan dan sumber daya alam kepada bangsa-bangsa Barat, dan membiarkan bangsa-bangsa Teluk hidup tanpa pengetahuan dan sumber daya alam? Pengetahuan adalah karunia Allah. Sumber daya alam adalah juga karunia Allah. Dengan membelahnya ke Barat dan Timur, Allah menciptakan interdependensi dalam kehidupan manusia. Dalam makna ini pula Allah menghadirkan kisah Qarun, Haman dan Fir'aun dalam keseluruhan riwayat hidup Nabi Musa. Qarun adalah simbol kekayaan. Haman adalah simbol pengetahuan. Fir'aun adalah simbol kekuasaan. Ketiganya tenggelam ditelan laut dan bumi. Karena Qarun, misalnya, menafsirkan kekayaannya dengan tafsir tunggal “sesungguhnya aku diberi kekayaan ini karena pengetahuan yang kumiliki”.
Ketiga tokoh simbol itu adalah cerita tentang keangkuhan yang rapuh. Dan dihadirkan untuk mengajari kita makna perbedaan antara embun dan laut. [Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran, Majalah Tarbawi edisi 216]
Bisakah embun mengalahkan laut? Tidak! Tapi itu juga bukan perbandingan yang setara. Ilmu kita memang hanya ibarat setetes embun di tengah lautan. Tapi lautan sendiri takkan pernah cukup untuk menulis ilmu Allah itu. Itu sebabnya di penghujung surat Al-Kahfi di mana Allah mengisahkan cerita Musa dan Khidir, Allah mengatakan: “Andaikan laut dijadikan tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah, niscaya habislah laut itu sebelum kalimat-kalimat Allah itu habis, walaupun Kami mendatangkan laut lain sebanyak itu lagi”. Laut itu akan kering sebelum semua ilmu-Nya, segenap kebijaksanaan-Nya, tercatat!
Semakin dalam kita menyadari betapa luasnya ketidatahuan kita, semakin cepat kita sampai pada sebuah kesadaran baru, bahwa adalah salah besar untuk menafsirkan keberhasilan-keberhasilan kita dengan pengetahuan. Tentu saja pengetahuan kita berhubungan dengan kesuksesan kita. Katakanlah misalnya antara pengetahuan dan kekayaan. Tapi hubungan itu tidaklah bersifat kausalitas mutlak. Pengetahuan hanyalah salah satu faktor yang bisa menjelaskan kekayaan seseorang atau sebuah bangsa. Tapi apa yang menjelaskan fakta bahwa banyak orang pintar yang miskin, dan sebaliknya, banyak juga orang bodoh yang kaya raya? Pengetahuan mungkin menjelaskan kekayaan Bill Gates dan Amerika. Tapi mungkinkah Bill Gates sekaya itu seandainya dia lahir dua ratus tahun yang lalu? Sebaliknya, apa yang menjelaskan kekayaan negara-negara Teluk? Pengetahuan? Atau keberuntungan?
Selain itu, apa yang terjadi seandainya Allah memberikan semua pengetahuan dan sumber daya alam kepada bangsa-bangsa Barat, dan membiarkan bangsa-bangsa Teluk hidup tanpa pengetahuan dan sumber daya alam? Pengetahuan adalah karunia Allah. Sumber daya alam adalah juga karunia Allah. Dengan membelahnya ke Barat dan Timur, Allah menciptakan interdependensi dalam kehidupan manusia. Dalam makna ini pula Allah menghadirkan kisah Qarun, Haman dan Fir'aun dalam keseluruhan riwayat hidup Nabi Musa. Qarun adalah simbol kekayaan. Haman adalah simbol pengetahuan. Fir'aun adalah simbol kekuasaan. Ketiganya tenggelam ditelan laut dan bumi. Karena Qarun, misalnya, menafsirkan kekayaannya dengan tafsir tunggal “sesungguhnya aku diberi kekayaan ini karena pengetahuan yang kumiliki”.
Ketiga tokoh simbol itu adalah cerita tentang keangkuhan yang rapuh. Dan dihadirkan untuk mengajari kita makna perbedaan antara embun dan laut. [Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran, Majalah Tarbawi edisi 216]
SEMOGA BERMANFAAT
TAHU DIRI
Empat kategori golongan pengetahuan diri manusia, yang manakah anda?
1) ORANG YANG TAHU DIRINYA TAHU ADALAH SEBAIK-BAIK MANUSIA.
2) ORANG YANG TAHU DIRINYA TIDAK TAHU ADALAH MANUSIA YANG BERUNTUNG.
3) ORANG YANG TIDAK TAHU BAHWA DIRINYA TAHU ADALAH ORANG YANG MERUGI.
4) ORANG YANG TIDAK TAHU BAHWA DIRINYA TIDAK TAHU ADALAH SEBURUK-BURUK MANUSIA.
Maksudnya :
1) Orang yang tahu bahwa dirinya tahu dan menggunakan pengetahuan yang ada pada dirinya untuk kepentingan dirinya, orang lain dan lingkungannya maka dialah sebaik-baik manusia.
2) Orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu sehingga dia terus berusaha menambah pengetahuannya dengan cara belajar dengan berbagai cara maka dia adalah orang yang beruntung.
3) Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tahu sehingga pengetahuan yang ada pada dirinya tidak bermanfaat bagi siapapun maka dia adalah orang yang merugi.
4) Orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu sehingga dia menganggap dialah orang yang paling tahu dan dia tidak pernah berfikir untuk menambah pengetahuannya, oleh karenanya pengetahuannya tidak pernah bertambah, maka dia adalah seburuk-buruk manusia.
TANDA TANDA KEIKHLASAN
1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.
Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi sekiranya Anda tidak disanjung orang lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.”
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
2. Ikhlas ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan
Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.
Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah:
“Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.
” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla?
Rasulullah saw. menjawab,
“Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.
” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla?
Rasulullah saw. menjawab,
“Bukan, wahai Putri Abu Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah, sementera mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba.” (Ahmad).
3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan
Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan bangunan.
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya,
“Mengapa kau menangis?”
Mu’adz menjawab,
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya,
“Mengapa kau menangis?”
Mu’adz menjawab,
“Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,
"Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.”" (Ibnu Majah dan Baihaqi)
"Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.”" (Ibnu Majah dan Baihaqi)
4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit
Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan,
“Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
“Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
5. Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia
Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji. Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun. Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.
6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah
Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang berbuat kebalikan dari itu. “Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (At-Taubah: 58)
7. Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan
Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang berkata, “Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang, itulah aku!”
8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan
Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.
SUDAHKAH KITA IKHLAS..., HANYA ALLAH SAJA YANG TAHU