Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai
kepada suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap merubah ciptaan Allah yang
oleh al-Quran dinilai, bahwa merubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu ajakan
syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan berkata kepada
pengikutnya itu sebagai berikut:
"Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehmgga mereka mahu
merubah ciptaan Allah."
(Q. S. An-Nisa':119)
(Q. S. An-Nisa':119)
Tato, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya Haram
Mentatu badan dan mengikir gigi adalah diantara perbuatan yang
dilaknat oleh Rasulullah SAW seperti tersebut dalam Hadisnya:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang mentato dan minta ditato, dan yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya."
(HR. Thabarani)
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang mentato dan minta ditato, dan yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya."
(HR. Thabarani)
Tato, yaitu memberi tanda pada muka dan kedua tangan dengan
warna biru dalam bentuk ukiran atau gambar tertentu. Sebahagian orang-orang
Arab, khususnya orang-orang perempuan, mentato sebahagian besar badannya. Bahkan
sementara pengikut-pengikut agama membuatnya tato dalam bentuk persembahan dan
lambang-lambang agama mereka, misalnya orang-orang Kristen melukis salib di
tangan dan dada mereka.
Perbuatan-perbuatan yang rusak ini dilakukan dengan menyiksa
dan menyakiti badan, yaitu dengan menusuk-nusukkan jarum pada badan orang yang
ditato itu. Semua ini menyebabkan laknat, baik terhadap yang mentato ataupun
orang yang minta ditato.
Dan yang disebut mengikir gigi, yaitu merapikan dan memendekkan
gigi. Biasanya dilakukan oleh perempuan. Karena itu Rasulullah melaknat
perempuan-perempuan yang mengerjakan perbuatan ini (tukang kikir) dan minta
supaya dikikir. Kalau ada laki-laki yang berbuat demikian, maka dia akan lebih
berhak mendapat laknat.
Termasuk dihararmkan saperti halnya mengikir gigi, yaitu
menjarangkan gigi. Dalam hal ini Rasulullah pemah melaknatnya, yaitu seperti
tersebut dalam Hadisnya:
"Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
"Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Yang disebut al-Falaj, yaitu meletakkan sesuatu di sela-sela
gigi, supaya nampak agak sedikit jarang. Di antara perempuan memang ada yang
oleh Allah dicipta demikian, tetapi ada juga yang tidak begitu. Kemudian dia
meletakkan sesuatu di sela-sela gigi yang berhimpitan itu, stipaya giginya
menjadi jarang. Perbuatan ini dianggap mengelabui orang lain dan
berlebih-lebihan dalam berhias yang sama sekali bertentangan dengan jiwa Islam
yang sebenarnya.
Dari Hadis-hadis yang telah kita sebutkan di atas, maka kita
dapat mengetahui tentang hukum oparasi kecantikan seperti yang terkenal sekarang
karena perputaran kebudayaan badan dan syahwat. yakni kebudayaan Barat
materialistis, sehingga banyak sekali perempuan dan laki-laki yang mengorbankan
uangnya beratus bahkan beribu-ribu untuk merubah bentuk hidung aagar mancung,
tetek atau payu dara agar besar atau yang lain. Semua ini termasuk yang dilaknat
Allah dan RasulNya, karena di dadalamnya terkandung penyiksaan dan perubahan
bentuk ciptaan Allah tanpa ada suatu sebab yang mengharuskan untuk berbuat
demikian, melainkan hanya untuk pemborosan dalam hal-hal yang bersifat show dan
lebih mengutamakan pada corak, bukan inti; lebih mementingkan jasmani daripada
rohani.
Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang
kiranya akan dapat menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tumbah
yang dapat menimbulkan sakit secara perasaan ataupun secara kejiwaan kalau
daging tumbuh itu dibiarkan, maka waktu itu tidak berdosa orang untuk berobat
selama untuk tujuan demi menghilangkan penyakit yang bersarang dan mengancam
hidupnya. Karena Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan penuh
kesukaran. (Lihat Al-Mar'ah Bainal Baiti wal Mujtama', hal. 105)
Barangkali yang memperkuat permasalahan tersebut di atas, yaitu
tentang hadis "dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya
cantik" seperti tersebut di atas. Dari hadis itu pula dapat difahami, bahwa
yang tercela itu ialah perempuan yang mengerjakan hal tersebut semata-mata untuk
tujuan keindahan dan kecantikan yang dusta. Tetapi kalau hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit atau bahaya yang mengancam,
maka sedikitpun tidak ada halangan. Wallahu a ' lam!
Menipiskan Alis
Salah satu cara berhias yang berlebih-lebihan yang diharamkan
Islam, yaitu mencukur rambut alis mata untuk ditinggikan atau disamakan. Dalam
hal ini Rasulullah pernah melaknatnya seperti tersebut dalam
hadits:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan alisnya."
(HR. Abu Daud, dengan sanad yang hasan. Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Ba"ri)
"Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan alisnya."
(HR. Abu Daud, dengan sanad yang hasan. Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Ba"ri)
Sedang dalam Bukhari disebut:
(Rasulullah SAW melaknat perempuan-parampuan yang minta dicukur alisnya).
(Rasulullah SAW melaknat perempuan-parampuan yang minta dicukur alisnya).
Lebih dihararnkan lagi, jika mencukur alis itu dikerjakan
sebagai simbol bagi perempuan-perempuan cabul.
Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahwa perempuan diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make up) dan meruncingkan hujung matanya, apabila dengan seizin suami, karena hal tersebut termasuk berhias.
Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahwa perempuan diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make up) dan meruncingkan hujung matanya, apabila dengan seizin suami, karena hal tersebut termasuk berhias.
Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat, bahwa mencukur rambut
dahi itu samasekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan membawakan riwayat
yang tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahwa yang disebut namihah (mencukur alis)
sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk menghias muka dengan
menghilangkan bulu-bulunya.
Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya Abu Ishak, bahwa satu
ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak adalah waktu itu
masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana hukumnya perempuan yang
menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab Aisyah: Hilangkanlah
kejelekan-kejelekan yang ada pada kamu itu sedapat mungkin. (Lihat kitab Libas -
Fathul Bari)
Menyambung Rambut
Termasuk perhiasan perempuanyang terlarang adalah menyambung
rambut dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau imitasi seperti yang
terkenal sekarang dengan nama wig.
Imam Bukhari meriwayatkan dari lbnu Mas'ud, lbnu Umar dan Abu
Hurairah sebagai berikut:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."
Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi baik dia itu bekerja
sebagai tukang menyambung seperti tukang rias ataupun dia minta disambungkan
rambutnya, model perempuan-perempuan wadam/waria (laki-laki banci) seperti
sekarang ini.
Persoalan ini oleh Rasulullah SAW diperkeras sekali dan
digiatkan untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya
gugur karena sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk
bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu disambung.
Aisyah meriwayatkan:
"Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya."
(HR. Bukhari)
"Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya."
(HR. Bukhari)
Asma' juga pernah meriwayatkan:
"Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak say terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia, apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya."
(HR. Bukhari)
"Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak say terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia, apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya."
(HR. Bukhari)
Said bin al-Musayib meriwayatkan:
"Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah SAW sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa)."
"Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah SAW sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa)."
Dalam satu riwayat dikatakan, bahwa Muawiyah berkata kepada
penduduk Madinah:
"Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara)."
(HR. Bukhari)
"Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara)."
(HR. Bukhari)
Rasulullah_menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti
memberikan suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini
tak ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang Islam benci
sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang yang
menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah material
ataupun moral.
Kata Rasulullah SAW:
"Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami."
(HR. Jamaah sahabat)
"Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami."
(HR. Jamaah sahabat)
Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam
persoalan-persoalan ini, karena di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh
karena itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai
jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu memang
ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan isyarat hadits
Nabi yang diriwayatkan oleh lbnu Mas'ud yang mengatakan:
". . .perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
". . .perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
Yang dimaksud oleh hadits-hadits tersebut di atas, yaitu
menyambung rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli
ataupun imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui.
Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak masuk
dalam larangan ini. Dan dalam hal ini Said bin Jabir pernah
mengatakan:
"Tidak mengapa kamu memakai benang." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
"Tidak mengapa kamu memakai benang." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
Yang dimaksud (alqaramili) dalam bahasa Arab bunyi di atas
ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw.
kelabang), dimana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang
kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. (Lihat Fathul
Bari, bab Libas)
Semir Rambut
Termasuk dalam masalah perhiasan, yaitu menyemir rambut kepala
atau jenggot yang sudah beruban. Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat
yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan
menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa berhias dan
mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti
yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli zuhud yang berlebih-lebihan itu.
Namun Rasulullah SAW melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka,
agar selamanya keperibadian ummat Islam itu berbeda, lahir dan batin. Untuk
itulah maka dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Rasulullah
SAW mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mahu menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka."
(HR. Bukhari)
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mahu menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka."
(HR. Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana
biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abu bakar dan Umar. Sedang yang
lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas. Tetapi warna
apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus
menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya
sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan
warna hitam. Oleh karena itu
tatkala Abu bakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. Maka bersabdalah Nabi:
"Robahlah ini (uban) tetapi jauhilah wama hitam."
(HR. Muslim)
tatkala Abu bakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. Maka bersabdalah Nabi:
"Robahlah ini (uban) tetapi jauhilah wama hitam."
(HR. Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum
begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam.
Dalam hal ini az-Zuhri pemah berkata: "Kami menyemir rambut dengan warna
hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan
gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut." (Lihat Fathul
Bari)
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah
segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu
Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan
para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan
perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam
semuanya masih nampak muda. (Lihat Fathul Bari)
Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan:
"Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam. "
(HR. Termizi dan Ashabussunan)
Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan:
"Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam. "
(HR. Termizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di
zaman Rasulullah SAW. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abu bakar menyemir rambutnya
dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.
Memelihara Jenggot
Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang
memelihara jenggot. Untuk ini lbnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi SAW yang
mengatakan sebagai berikut:
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis."
(HR. Bukhari)
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis."
(HR. Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat lain diartikan tarkuha
wa ibqaauha (tinggalkanlah dan tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk ummat Islam
supaya mereka mempunyai keperibadian tersendiri serta berbeda dengan orang-orang
kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang nampak. Lebih-lebih dalam
hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai orang
perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan tanda-tanda
yang membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan bererti samasekali tidak boleh memotong
jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan bisa panjang yang
menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka jenggot yang
demikian boleh diambil/digunting ke bawah mahupun ke samping, sebagaimana
tersebut dalam hadis riwayat Tirmizi.
Hal ini pemah juga dikerjakan oleh sementara ulama salaf,
seperti kata lyadh: "Mencukur, menggunting dan mencabut jenggot dimakruhkan.
Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata jenggot
itu besar (tebal), maka itu satu hal yang baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat suatu kaum yang biasa
mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang berbuat demikian itu ialah
orang-orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur jenggotnya." (Lihat
Fathul Bari, bab memelihara jenggot)
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan orang-orang Islam yang
mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum
penjajah negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristen. Sebagaimana
kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang menang.
Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah Rasulullah yang
menyuruh mereka supaya berbeda dengan orang-orang kafir. Di samping itu mereka
telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang menyerupai orang kafir, seperti
yang tersebut dalam haditsnya yang mengatakan:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka."
(HR. Abu Dawud)
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka."
(HR. Abu Dawud)
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri tetah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir itu sendiri hukumnya waiib pula.
Tidak seorang pun ulami salaf yang meninggalkan kewajiban ini.
Tetapi sementara ulama-utama sekarang ada yang membolehkan mencukur jenggot
karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena bencana yang telah meluas.
Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu termasuk perbuatan
Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara' yang harus
ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan sekedar fi'liyah
Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai alasan supaya berbeda
dengan orang kafir.
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda dengan orang kafir
adalah suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam
lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana perasaan
kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini sudah dibuktikan
sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan suatu percubaan.
Selanjutnya ia berkata: AI-Qur'an, Hadis dan Ijma' sudah
menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir dan dilarang
menyerupai mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kira-kira menimbulkan
kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu
hukum dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada
lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya yang
tercela, bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya ini memang
tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat dari sikap
menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan kadang-kadang
sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab timbulnya suatu
kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang haram. (Lihat kitab Iqtidhaus
Shiratil Mustaqim)
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahwa
masalah mencukur jenggot ini ada tiga pendapat:
- Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah lbnu
Taimiyah dan tain-lain.
- Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah lyadh. sebagaimana
tersebut dalam Fathul Bari.
Sedang ulama lain tidak ada yang berpendapat demikian.
- Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap
tengah-tengah yaitu pendapat yang menyatakan makruh.
Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut supaya beibeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan sunnat.
Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut supaya beibeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur jenggot,
tetapi barang kali saja karena mereka tidak begitu memerlukan, karena memelihara
jenggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Wallohua'lam.
Sumber: Al-Halal Wal Haram Fil Islam, Syaikh Muhammad
Yusuf Qardhawi