Halaman

17.5.12

Tato, Kikir, Operasi Kecantikan, Mencukur Alis, Menyambung dan Menyemir Rambut, Memelihara Jenggot

Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai kepada suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap merubah ciptaan Allah yang oleh al-Quran dinilai, bahwa merubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu ajakan syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan berkata kepada pengikutnya itu sebagai berikut:
"Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehmgga mereka mahu merubah ciptaan Allah."
(Q. S. An-Nisa':119)
Tato, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya Haram
Mentatu badan dan mengikir gigi adalah diantara perbuatan yang dilaknat oleh Rasulullah SAW seperti tersebut dalam Hadisnya:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang mentato dan minta ditato, dan yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya."
(HR. Thabarani)
Tato, yaitu memberi tanda pada muka dan kedua tangan dengan warna biru dalam bentuk ukiran atau gambar tertentu. Sebahagian orang-orang Arab, khususnya orang-orang perempuan, mentato sebahagian besar badannya. Bahkan sementara pengikut-pengikut agama membuatnya tato dalam bentuk persembahan dan lambang-lambang agama mereka, misalnya orang-orang Kristen melukis salib di tangan dan dada mereka.
Perbuatan-perbuatan yang rusak ini dilakukan dengan menyiksa dan menyakiti badan, yaitu dengan menusuk-nusukkan jarum pada badan orang yang ditato itu. Semua ini menyebabkan laknat, baik terhadap yang mentato ataupun orang yang minta ditato.
Dan yang disebut mengikir gigi, yaitu merapikan dan memendekkan gigi. Biasanya dilakukan oleh perempuan. Karena itu Rasulullah melaknat perempuan-perempuan yang mengerjakan perbuatan ini (tukang kikir) dan minta supaya dikikir. Kalau ada laki-laki yang berbuat demikian, maka dia akan lebih berhak mendapat laknat.
Termasuk dihararmkan saperti halnya mengikir gigi, yaitu menjarangkan gigi. Dalam hal ini Rasulullah pemah melaknatnya, yaitu seperti tersebut dalam Hadisnya:
"Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Yang disebut al-Falaj, yaitu meletakkan sesuatu di sela-sela gigi, supaya nampak agak sedikit jarang. Di antara perempuan memang ada yang oleh Allah dicipta demikian, tetapi ada juga yang tidak begitu. Kemudian dia meletakkan sesuatu di sela-sela gigi yang berhimpitan itu, stipaya giginya menjadi jarang. Perbuatan ini dianggap mengelabui orang lain dan berlebih-lebihan dalam berhias yang sama sekali bertentangan dengan jiwa Islam yang sebenarnya.
Dari Hadis-hadis yang telah kita sebutkan di atas, maka kita dapat mengetahui tentang hukum oparasi kecantikan seperti yang terkenal sekarang karena perputaran kebudayaan badan dan syahwat. yakni kebudayaan Barat materialistis, sehingga banyak sekali perempuan dan laki-laki yang mengorbankan uangnya beratus bahkan beribu-ribu untuk merubah bentuk hidung aagar mancung, tetek atau payu dara agar besar atau yang lain. Semua ini termasuk yang dilaknat Allah dan RasulNya, karena di dadalamnya terkandung penyiksaan dan perubahan bentuk ciptaan Allah tanpa ada suatu sebab yang mengharuskan untuk berbuat demikian, melainkan hanya untuk pemborosan dalam hal-hal yang bersifat show dan lebih mengutamakan pada corak, bukan inti; lebih mementingkan jasmani daripada rohani.
Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang kiranya akan dapat menjijikkan pandangan, misalnya karena ada daging tumbah yang dapat menimbulkan sakit secara perasaan ataupun secara kejiwaan kalau daging tumbuh itu dibiarkan, maka waktu itu tidak berdosa orang untuk berobat selama untuk tujuan demi menghilangkan penyakit yang bersarang dan mengancam hidupnya. Karena Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan penuh kesukaran. (Lihat Al-Mar'ah Bainal Baiti wal Mujtama', hal. 105)
Barangkali yang memperkuat permasalahan tersebut di atas, yaitu tentang hadis "dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya cantik" seperti tersebut di atas. Dari hadis itu pula dapat difahami, bahwa yang tercela itu ialah perempuan yang mengerjakan hal tersebut semata-mata untuk tujuan keindahan dan kecantikan yang dusta. Tetapi kalau hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit atau bahaya yang mengancam, maka sedikitpun tidak ada halangan. Wallahu a ' lam!
Menipiskan Alis
Salah satu cara berhias yang berlebih-lebihan yang diharamkan Islam, yaitu mencukur rambut alis mata untuk ditinggikan atau disamakan. Dalam hal ini Rasulullah pernah melaknatnya seperti tersebut dalam hadits:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan alisnya."
(HR. Abu Daud, dengan sanad yang hasan. Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Ba"ri)
Sedang dalam Bukhari disebut:
(Rasulullah SAW melaknat perempuan-parampuan yang minta dicukur alisnya).
Lebih dihararnkan lagi, jika mencukur alis itu dikerjakan sebagai simbol bagi perempuan-perempuan cabul.
Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahwa perempuan diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make up) dan meruncingkan hujung matanya, apabila dengan seizin suami, karena hal tersebut termasuk berhias.
Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat, bahwa mencukur rambut dahi itu samasekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan membawakan riwayat yang tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahwa yang disebut namihah (mencukur alis) sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk menghias muka dengan menghilangkan bulu-bulunya.
Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya Abu Ishak, bahwa satu ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak adalah waktu itu masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana hukumnya perempuan yang menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab Aisyah: Hilangkanlah kejelekan-kejelekan yang ada pada kamu itu sedapat mungkin. (Lihat kitab Libas - Fathul Bari)



Menyambung Rambut
Termasuk perhiasan perempuanyang terlarang adalah menyambung rambut dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau imitasi seperti yang terkenal sekarang dengan nama wig.
Imam Bukhari meriwayatkan dari lbnu Mas'ud, lbnu Umar dan Abu Hurairah sebagai berikut:
"Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."
Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi baik dia itu bekerja sebagai tukang menyambung seperti tukang rias ataupun dia minta disambungkan rambutnya, model perempuan-perempuan wadam/waria (laki-laki banci) seperti sekarang ini.
Persoalan ini oleh Rasulullah SAW diperkeras sekali dan digiatkan untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya gugur karena sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu disambung.
Aisyah meriwayatkan:
"Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya."
(HR. Bukhari)
Asma' juga pernah meriwayatkan:
"Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi SAW: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak say terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia, apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya."
(HR. Bukhari)
Said bin al-Musayib meriwayatkan:
"Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah SAW sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa)."
Dalam satu riwayat dikatakan, bahwa Muawiyah berkata kepada penduduk Madinah:
"Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah SAW bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara)."
(HR. Bukhari)
Rasulullah_menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti memberikan suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini tak ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang Islam benci sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah material ataupun moral.
Kata Rasulullah SAW:
"Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami."
(HR. Jamaah sahabat)
Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam persoalan-persoalan ini, karena di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh karena itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan isyarat hadits Nabi yang diriwayatkan oleh lbnu Mas'ud yang mengatakan:
". . .perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
Yang dimaksud oleh hadits-hadits tersebut di atas, yaitu menyambung rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli ataupun imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui. Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal ini Said bin Jabir pernah mengatakan:
"Tidak mengapa kamu memakai benang." (Lihat Fathul Bari, bab Libas)
Yang dimaksud (alqaramili) dalam bahasa Arab bunyi di atas ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw. kelabang), dimana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. (Lihat Fathul Bari, bab Libas)



Semir Rambut
Termasuk dalam masalah perhiasan, yaitu menyemir rambut kepala atau jenggot yang sudah beruban. Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli zuhud yang berlebih-lebihan itu. Namun Rasulullah SAW melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, agar selamanya keperibadian ummat Islam itu berbeda, lahir dan batin. Untuk itulah maka dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mahu menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka."
(HR. Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abu bakar dan Umar. Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas. Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu
tatkala Abu bakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. Maka bersabdalah Nabi:
"Robahlah ini (uban) tetapi jauhilah wama hitam."
(HR. Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini az-Zuhri pemah berkata: "Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut." (Lihat Fathul Bari)
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda. (Lihat Fathul Bari)
Dan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan:
"Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam. "
(HR. Termizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah SAW. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abu bakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.



Memelihara Jenggot
Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang memelihara jenggot. Untuk ini lbnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi SAW yang mengatakan sebagai berikut:
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis."
(HR. Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat lain diartikan tarkuha wa ibqaauha (tinggalkanlah dan tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk ummat Islam supaya mereka mempunyai keperibadian tersendiri serta berbeda dengan orang-orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang nampak. Lebih-lebih dalam hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan tanda-tanda yang membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan bererti samasekali tidak boleh memotong jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan bisa panjang yang menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka jenggot yang demikian boleh diambil/digunting ke bawah mahupun ke samping, sebagaimana tersebut dalam hadis riwayat Tirmizi.
Hal ini pemah juga dikerjakan oleh sementara ulama salaf, seperti kata lyadh: "Mencukur, menggunting dan mencabut jenggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata jenggot itu besar (tebal), maka itu satu hal yang baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat suatu kaum yang biasa mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang berbuat demikian itu ialah orang-orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur jenggotnya." (Lihat Fathul Bari, bab memelihara jenggot)
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan orang-orang Islam yang mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum penjajah negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristen. Sebagaimana kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah Rasulullah yang menyuruh mereka supaya berbeda dengan orang-orang kafir. Di samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam haditsnya yang mengatakan:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka."
(HR. Abu Dawud)

Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri tetah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir itu sendiri hukumnya waiib pula.
Tidak seorang pun ulami salaf yang meninggalkan kewajiban ini. Tetapi sementara ulama-utama sekarang ada yang membolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena bencana yang telah meluas. Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu termasuk perbuatan Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara' yang harus ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan sekedar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai alasan supaya berbeda dengan orang kafir.
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda dengan orang kafir adalah suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan suatu percubaan.
Selanjutnya ia berkata: AI-Qur'an, Hadis dan Ijma' sudah menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir dan dilarang menyerupai mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kira-kira menimbulkan kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu hukum dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya yang tercela, bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang haram. (Lihat kitab Iqtidhaus Shiratil Mustaqim)
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahwa masalah mencukur jenggot ini ada tiga pendapat:

  1. Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah lbnu Taimiyah dan tain-lain.
  2. Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah lyadh. sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari.
    Sedang ulama lain tidak ada yang berpendapat demikian.
  3. Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap tengah-tengah yaitu pendapat yang menyatakan makruh.
Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut supaya beibeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur jenggot, tetapi barang kali saja karena mereka tidak begitu memerlukan, karena memelihara jenggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan mereka. Wallohua'lam.
Sumber: Al-Halal Wal Haram Fil Islam, Syaikh Muhammad Yusuf Qardhawi