Saudaraku.., jangan malu belajar agama
"Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan
orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9).
Jangan Malu Belajar Agama
"Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan
orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9).
Dari Ummu Salamah, dia berkata, Ummu Sulaim pernah datang
kepada Rasulullah saw. seraya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah
tidak merasa malu dari kebenaran. Lalu, apakah seorang wanita harus mandi jika
dia bermimpi? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika dia melihat
air (mani)." Lalu, Ummu Salamah menutup wajahnya dan berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah wanita itu juga bisa bermimpi?" Beliau menjawab,"Ya, bisa.
Maka, sesuatu yang menyerupai dirinya adalah anaknya." (Hadis sahih,
ditakhrij Ahmad 6/306, al-Bukhari 1/44, Muslim 3/223, at-Tirmizi, hadis nomor
122, an-Nasa'i 1/114, Ibnu Majah hadits nomor 600, ad-Darimi 1/195, al-Baihaqi
1/168-169).
Ummu Salamah datang kepada Rasulullah saw. untuk belajar. Ia
memulai dengan ucapan, "Sesungguhnya Allah tidak merasa malu dari kebenaran."
Maksudnya, tidak ada halangan untuk menjelaskan yang benar, sehingga Allah
membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk dan yang serupa lainnya, seperti dalam
firman-Nya, "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk
atau yang lebih rendah dari itu." (Al-Baqarah: 26).
Ummu Sulaim demikian pula, ia tidak malu untuk bertanya kepada
yang lebih tahu perihal apa-apa yang mestinya ia ketahui dan pelajari, meskipun
mungkin hal itu dianggap aneh. Sungguh benar perkataan Ummul Mukminin, Aisyah
r.a., "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Tidak ada rasa malu yang
menghalangi mereka untuk memahami agama." (Diriwayatkan al-Bukhari 1/44).
Ummu Sulaim bertanya, "Apakah seorang wanita itu harus mandi
jika dia mimpi bersetubuh?" Nabi saw. menjawab, "Jika dia melihat air."
Maksudnya, ia harus mandi jika benar bermimpi dan ada bukti bekas air mani di
pakaian. Namun, jika tidak, tidak perlu mandi. Setelah diberi jawaban yang
singkat dan padat ini, Ummu Salamah langsung menutupi wajahnya seraya bertanya,
"Apakah wanita itu juga bermimpi?"
Keheranan Ummu Salamah itu bukanlah sesuatu yang aneh. Hal yang
sama Pernah terjadi pada diri Aisyah yang lebih berilmu, seperti disebutkan
dalam suatu riwayat dia berkata, "Kecelakaan bagimu. Apakah wanita akan
mengalami seperti itu?" Dia berkata seperti itu dengan maksud untuk mengingkari
bahwa wanita juga bisa bermimpi.
Keheranan Ummu Salamah dan Aisyah r.a. lebih disebabkan
ketidaktahuan. Karena, tidak seluruh wanita bisa bermimpi, melainkan sebagian
mereka. Namun, keheranan ini bisa dituntaskan oleh jawaban Nabi saw., "Na'am,
taribat yaminuki," ("Benar, seorang wanita bisa bermimpi)." Kemudian
ada bukti nubuwwah di akhir ucapan beliau: "Sesuatu yang bisa
menyerupai dirinya adalah anaknya."
Ilmu pengetahuan modern telah membuktikan perkataan itu.
Laki-laki dan wanita saling bersekutu dalam pembentukan janin. Benih datang dari
pasangan laki-laki menuju indung telur dalam tubuh wanita. Lalu, keduanya
bercampur, dalam pengertian separo sifat-sifat yang diwariskan kira-kira
bersumber dari laki-laki dan separo lainnya kira-kira berasal dari perempuan.
Kemudian bisa juga terjadi pertukaran dan kesesuaian, sehingga ada sifat-sifat
yang lebih menonjol antara keduanya. Dari sinilah terjadi penyerupaan.
Pelajaran berharga yang bisa dipetik, selagi kita dikungkung
rasa malu dan tidak mau mengetahui hukum-hukum din, maka ini merupakan kesalahan
yang amat besar, bahkan bisa berbahaya. Ada baiknya kita membiasakan diri untuk
tidak merasa malu dalam mempelajari hukum-hukum Islam, baik hukum yang kecil
maupun hukum yang besar. Sebab, jika seseorang, terutama wanita, lebih banyak
dikungkung rasa malu, dia terhalang untuk mengetahui sesuatu.
Mujahid Rahimahullah berkata, "Orang yang malu dan sombong
tidak akan mau mempelajari ilmu." Sebuah nasihat berharga yang secara eksplisit
menganjurkan orang-orang yang mencari ilmu agar tidak merasa lemah dan takkabur,
sebab kedua hal tersebut dapat menghalangi semangat mencari ilmu.
Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah jika dia
mengetahui dinnya. Karena itu, Islam mewajibkan, baik kepada laki-laki maupun
wanita untuk mencari ilmu. Bukankah Allah juga berfirman, "Katakanlah, adakah
sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?"
(Az-Zumar: 9). Bahkan, terdapat ayat yang secara khusus ditujukan kepada
ummahatul mukminin, berupa anjuran mempelajari kandungan Alquran sunah,
"Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah." (Al-Ahzab: 34).
Karena perintah Allah inilah, para Sohabiyah merasakan
keutamaan ilmu. Mereka pun pergi menemui Nabi saw. dan menuntut suatu majlis
belajar din bagi mereka. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a., dia
berkata, "Para wanita berkata kepada Nabi saw., 'Kaum laki-laki telah
mengalahkan kami atas diri baginda, maka buatlah bagi kami dari waktu baginda.'
Maka beliau menjanjikan suatu hari kepada mereka. Pada saat itu beliau menemui
mereka dan memberi wasiat serta perintah kepada mereka. Di antara yang beliau
katakan kepada mereka adalah, 'Tidaklah ada di antara kamu sekalian seorang
wanita yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, melainkan anak-anaknya itu menjadi
penghalang baginya dari neraka?' Seorang wanita bertanya, 'Bagaimana dengan
dua anak?' Maka beliau menjawab, 'Begitu pula dua anak'." (Abu Zahrah,
diadaptasi dari tulisan Majdi as-Sayyid Ibrahim).
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia